Di pasar saham mungkin Anda sering mendengar istilah averaging down dan averaging up? Apakah itu? Average down maupun average up dilakukan ketika Anda membeli sebuah saham. Supaya Anda tidak mereka-reka, saya berikan ilustrasinya.
Pada tanggal 15 Juli 2014, Anda membeli saham SMRA di harga Rp1.520 sebanyak 10 lot (10 lot X 100 lembar saham = 1000 lembar). Tiba2 harga saham SMRA turun menjadi Rp1.490. Karena harganya masih turun lagi, kemudian, Anda memutuskan untuk membeli lagi saham SMRA di harga Rp1.470 sebanyak 10 lot (10 lot X 100 lembar saham = 1000 lembar), TANPA menjual saham Anda yang pertama Anda beli sebanyak 10 lot di harga Rp1.520.
Kalau Anda membeli 2 kali, harganya akfan dirata-rata menjadi harga average (average price). Perhitungannya adalah sebagai berikut.
(1000 lembar x Rp1.520) + (1000 lembar x Rp1.470) / 2000 lembar = Rp 1.495
Ilustrasi diatas itulah yang dinamakan dengan averaging down. Anda menambah kepemilikan saham lagi ketika harganya sedang turun, tanpa menjual saham yang Anda beli.
Kalau averaging up, berarti kebalikan dari averaging down. Anda menambah jumlah kepemilikan aham Anda dengan cara membeli lagi saham, tapi dilakukan ketika harga sahamnya naik. Ilustrasinya adalah sebagai berikut.
Anda membeli saham GIAA di harga Rp325 sebanyak 20 lot (20 lot x 100 lembar = 2000 lembar). Kemudian, harga saham GIAA naik lagi sampai Rp340. Menurut analisis teknikal, Anda yakin bahwa harga saham GIAA akan naik terus, sehingga Anda membeli lagi GIAA di harga Rp345 sebanyak 20 lot (20 lot x 100 lembar = 2000 lot).
Kalau Anda membeli 2 kali, harganya akan dirata-rata menjadi harga average (average price). Perhitungannya sama persis dengan cara menghitung averaging down. Ketika Anda menambah kepemilikan saham lagi saat harganya sedang naik, tanpa menjual saham yang sudah Anda beli sebelumnya, maka itulah averaging up.
Biasanya, averaging down dilakukan trader ketika kondisi market sedang jelek, meskipun tidak selalu seperti itu. Dan averaging up dilakukan ketika pasar sedang bullish bahkan ketikan market sedang "bergembira". Averaging up memang cocok dilakukan ketika kondisi pasar sedang bagus dan ketika saham Anda harganya sedang naik.
Kalau Anda membeli 2 kali, harganya akan dirata-rata menjadi harga average (average price). Perhitungannya sama persis dengan cara menghitung averaging down. Ketika Anda menambah kepemilikan saham lagi saat harganya sedang naik, tanpa menjual saham yang sudah Anda beli sebelumnya, maka itulah averaging up.
Biasanya, averaging down dilakukan trader ketika kondisi market sedang jelek, meskipun tidak selalu seperti itu. Dan averaging up dilakukan ketika pasar sedang bullish bahkan ketikan market sedang "bergembira". Averaging up memang cocok dilakukan ketika kondisi pasar sedang bagus dan ketika saham Anda harganya sedang naik.
Itulah penjelasan singkat mengenai averaging down dan averaging up. Nah, kemudian Anda bertanya: "Bagus mana, melakukan averaging up atau averaging down?" Silahkan lanjut membaca pos saya berikutnya: Mana yang Benar: Averaging Up atau Averaging Down?.
Mantap gan artikelnya, menambah ilmu saya
ReplyDeleteTerima kasih Panji Kurnia
Delete1520+1420/2
ReplyDeletelebih mudah?
Iya boleh, sama saja
ReplyDelete1.420 dapat dr mana ya? Itu kebalik bukan hitungannya? Harusnya ditambah pembelian kedua yg 1.470. Bukan 1.420.
ReplyDeleteIya harusnya 1.470. Terima kasih atas koreksinya
Delete