Pos ini adalah lanjutan dari pos saya sebelumnya: Awal Tahun, Waktu yang Tepat untuk Akumulasi Saham? Di pos tersebut, saya banyak membahas tentang January Effect. Kalau mengacu pada grafik di postingan saya tersebut, sejak 5 tahun terakhir, January Effect selalu berhasil menunjukkan dominasinya. Yang mana, pada awal2 tahun, khsususnya Bulan Januari IHSG terbukti selalu mengalami uptrend.
Secara khusus, IHSG di Bulan January selalu naik, karena pelaku pasar selalu optimis menyambut tahun baru, bahwa kinerja emerintah akan lebih baik selama satu tahun kedepan. Itulah kenapa dikatakan January Effect.
Yang jadi pertanyaan sekarang adalah: "Bagaimana January Effect untuk tahun 2016 ini? Apakah juga terbukti seperti 5 tahun sebelumnya?" Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari lihat grafik IHSG selama Bulan January 2016 dibawah ini:
Kalau dilihat dari grafik, ternyata tahun 2016 IHSG tidak sebagus seperti apa yang diharapkan oleh kita semua. IHSG tidak naik drastis selama Januari 2016. Perhatikan gambar yang saya beri tanda 2 garis vertikal, itulah IHSG kita bulan Januari 2016. IHSG bahkan mengalami downtrend, baru uptrend kembali sejak tanggal 22 Januari 2016. Level IHSG terendah selama Januari 2016 adalah 4.400 dan tertinggi 4.600. Padahal level 4.600 sudah mampu dicapai pada November 2015 dan level 4.700 sudah mampu dicapai pada Bulan Oktober 2015. Lalu, kenapa IHSG di Januari 2016 tidak bisa naik lebih tinggi lagi?
"Apa penyebabnya?"
Kalau menurut istilah saya sendiri, sebenarnya January Effect 2016 kali ini punya lawan, yaitu: January Effect 2016 Vs Sentimen Negatif.
Sentimen negatif yang paling berpengaruh di Bulan Januari 2016 adalah sentimen negatif tentang merosotnya perekonomian China dan kekhawatiran pasar akan jatuhnya harga minyak. Hal ini menyebabkan guncangan di pasar saham, karena menyebabkan efek domino. Kalau belum paham apa itu efek domino, silahkan baca postingan saya: Efek Domino.
Kalau Anda bertanya: "Yang ekonominya jatuh kan China, kok Indonesia pasar sahamnya ikut2-an jatuh?"
Jawab saya: Ya itulah yang namanya efek domino. Indonesia sekarang banyak mengimpor bahan baku dari negeri panda, bahkan besi dan baja, seperti untuk kerangka pesawat terbang, 60% Indonesia impor dan China. Kalau impor bahan baku kita terhambat, maka produktivitas juga terhambat. Di satu sisi, China adalah negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia. Itulah kenapa sentimennya begitu kuat di pasar saham.
Penyebab besar lainnya adalah: Penurunan harga minyak dunia. Minyak dunia terus turun hingga US$ 26 per barel yang merupakan posisi terendah dalam 12 tahun terakhir pada 20 Januari 2016. Penyebab menurunnya harga minyak adalah tidak lain karena dicabutnya sanksi ekonomi Negara Iran, sehinga hal ini meningkatkan penawaran minyak dunia karena Iran sebagai salah satu negara pemasok minyak terbesar di dunia, di tengah2 lesunya permintaan minyak dunia. Namun, harga minyak dunia perlahan mulai rebound sampai ke harga US$ 33,50 per barel, sehingga turut meningkatkan harga saham di akhir2 Bulan Januari.
Anda barangkali bertanya kembali: "Terus apa dasar lainnya Pak Heze bilang kalau January Effect 2016 kali ini tidak terbukti di Indonesia?"
Tentu saja kali ini saya akan berbicara data. Dikutip dari Kontan Online, data Bursa Efek Indonesia (BEI), menyatakan bahwa sepanjang Januari 206 nilai rata2 transaksi harian hanya Rp4,8 triliun. Januari 2015, nilanya mampu mencapai 6,5 triliun. Volume transaksi harian Januari 2016 hanya sebesar 3,8 miliar saham, sedangkan Januari 2015 mampu mencapai hampir 7 miliar saham. Di satu sisi, Januari 2016 (sampai 28 Januari 2016), asing justru masih mencatakan net sell sebesar Rp3,7 Triliun.
Kedua efek besar ini tidak hanya berpengaruh pada Bursa saham global Indonesia. Tapi, juga bursa saham luar negeri. Katakanlah Bursa saham Amerika. Dikutip dari Kontan Online, Sepajang Januari 2016, Indeks Dow Jones justru mencatakan penurunan sebesar 5,5%. Nasdaq justru mencatakan penurunan hampir 8%. Bursa saham China bahkan sampai turun hingga 23% sepanjang Bulan Januari.
Penyebab besar lainnya adalah: Penurunan harga minyak dunia. Minyak dunia terus turun hingga US$ 26 per barel yang merupakan posisi terendah dalam 12 tahun terakhir pada 20 Januari 2016. Penyebab menurunnya harga minyak adalah tidak lain karena dicabutnya sanksi ekonomi Negara Iran, sehinga hal ini meningkatkan penawaran minyak dunia karena Iran sebagai salah satu negara pemasok minyak terbesar di dunia, di tengah2 lesunya permintaan minyak dunia. Namun, harga minyak dunia perlahan mulai rebound sampai ke harga US$ 33,50 per barel, sehingga turut meningkatkan harga saham di akhir2 Bulan Januari.
Anda barangkali bertanya kembali: "Terus apa dasar lainnya Pak Heze bilang kalau January Effect 2016 kali ini tidak terbukti di Indonesia?"
Tentu saja kali ini saya akan berbicara data. Dikutip dari Kontan Online, data Bursa Efek Indonesia (BEI), menyatakan bahwa sepanjang Januari 206 nilai rata2 transaksi harian hanya Rp4,8 triliun. Januari 2015, nilanya mampu mencapai 6,5 triliun. Volume transaksi harian Januari 2016 hanya sebesar 3,8 miliar saham, sedangkan Januari 2015 mampu mencapai hampir 7 miliar saham. Di satu sisi, Januari 2016 (sampai 28 Januari 2016), asing justru masih mencatakan net sell sebesar Rp3,7 Triliun.
Kedua efek besar ini tidak hanya berpengaruh pada Bursa saham global Indonesia. Tapi, juga bursa saham luar negeri. Katakanlah Bursa saham Amerika. Dikutip dari Kontan Online, Sepajang Januari 2016, Indeks Dow Jones justru mencatakan penurunan sebesar 5,5%. Nasdaq justru mencatakan penurunan hampir 8%. Bursa saham China bahkan sampai turun hingga 23% sepanjang Bulan Januari.
Jadi, kesimpulannya boleh dikatakan January Effect 2016 nggak ngefek, karena January Effect kita tidak mampu membendung terjangan sentimen negatif yang menyebabkan ketidakpastian di pasar saham global. Akan tetapi, hal ini mungkin bisa dijadikan "senjata" oleh pelaku pasar untuk kembali menaikkan harga2 saham di Bursa pada bulan2 berikutnya, mengingat IHSG kita tidak naik banyak di awal tahun.
Well, meskipun January Effect tidak terbukti 2016, tetapi bukan berarti IHSG kita awal tahun ini jelek. Buktinya, tetap banyak para trader yang bisa memetik profit dari hasil tradingnya selama Bulan Januari. IHSG Januari 2016, cukup fluktuatif dan buktinya banyak saham2 yang mulai uptrend selama Bulan Januari, seperti CPIN, TLKM, INDF, JSMR.
Terlepas dari semua itu, kita semua tetap harus smart menanggapi situasi Bursa. Situasi Bursa di Bulan Januari 2016, tetap terbukti bisa menghasilkan return (short-term) bagi para trader. Bulan Februari ini, diperkirakan IHSG masih akan tertekan dengan sentimen negatif, terutama pelemahan harga minyak mentah...
Di balik semua itu, kondisi negara kita seharusnya sudah mulai mendukung dari kondisi perbaikan fundamental, yang didukung dengan percepatan realisasi infrastruktur oleh pemerintah dan angka inflasi yang mulai dapat dikendalikan. Bisa jadi, pelemahan bursa saham Indonesia menjadi kesempatan emas untuk akumulasi saham.
terimakasih banyak mas gan , salam kenal :)
ReplyDeleteTerima kasih. Salam kenal kembali..
Deleteblum begitu paham dengan yang namanya saham, hwhw
ReplyDelete