Perusahaan yang sudah go public (tbk), bisa saja sewaktu-waktu "mencabut" status go publicnya, dan memilih untuk melakukan aksi korporasi menjadi perusahaan privat / tertutup. Perusahaan yang memilih untuk go private, otomatis perusahaan tersebut beserta kode sahamnya akan dihapus / didelisting oleh Bursa Efek Indonesia. Contohnya, pada tahun 2016, PT Davomas Abadi (DAVO) memilih untuk go privat.
Kira2, mengapa perusahaan memilih untuk tidak menjadi perusahaan go public lagi? Sebelum itu, anda harus memahami terlebih dahulu dua alasan utama mengapa perusahaan menjadi perusahaan privat / delisting.
Pertama, karena force delisting (penghapusan paksa). Perusahaan yang beralih status menjadi perusahaan tertutup bisa dikarenakan force delisiting oleh BEI. Biasanya, perusahaan2 yang terkena force delisting adalah perusahaan2 yang memiliki catatan kinerja keuangan yang sangat buruk, kemampuan menghasilkan profit rendah, ancaman terkena likuidasi, perusahaan terkena suspen berkepanjangan dan masalah keuangan yang berkepanjangan. Baca juga: Arti dan Ilustrasi Suspensi Saham BEI.
Manajemen perusahaan tidak mampu untuk menyelesaikan masalah2 keuangannya, sehingga reputasi perusahaan menjadi buruk di mata investor. Atas alasan kinerja keuangan yang buruk dan ketidakmampuan manajemen inilah, perusahaan diharuskan keluar dari anggota bursa oleh BEI.
Kedua, voluntary delisting (keluar secara sukarela). Alasan kedua perusahaan go privat adalah karena atas dasar keinginan perusahaan. Perusahaan yang ingin go privat secara sukarela ini alasannya ada macam-macam.
Pada umumnya, perusahaan yang memilih go privat adalah perusahaan yang sangat sehat, likuid, dan mampu menghasilkan kenaikan profit yang berkesinambungan. Karena perusahaan sudah dalam kondisi yang mapan, perusahaan memilih untuk go privat, karena dengan menjadi perusahaan tertutup perusahaan tidak perlu melaporkan kewajiban2 dan pengungkapan kepada publik. Selain itu, perusahaan juga tidak diwajibkan untuk membayar dividen pada pemegang saham.
Sebaliknya, perusahaan memilih go privat bisa juga dikarenakan kondisi kinerjanya yang terus memburuk. Dengan kondisi kinerjanya yang buruk otomatis perusahaan tidak bisa memuaskan kepentingan pemegang saham. Ketika kinerja buruk dan perusahaan masih berstatus Tbk, perusahaan tetap harus mengungkapkan kewajiban2nya (seperti penyampaian laporan keuangan tepat waktu) kepada publik. Sehingga, hal ini justru akan membebani manajemen perusahaan.
Sehingga, dengan go privat, kewajiban perusahaan berkurang, serta tidak perlu mengeluarkan biaya2 terkait pengungkapan. Dengan go privat perusahaan juga lebih leluasa untuk recovery bisninya, tanpa ada "beban" tuntutan dari investor. Alasan lain perusahaan memilih go privat adalah untuk menghindari pengambilalihan secara paksa oleh pihak lain.
oh gitu, terima kasih untuk pembahasannya.
ReplyDeletesama-sama
DeleteMau tanya kak
ReplyDeleteKalau awalnya perusahaan tsb go public kemudian melakukan go private atas dasar voluntary delisting bagaimana nasib para pemegang saham yg menanamkan modalnya di perusahaan tsb?
Kalau perusahaan delisting, mekanismenya biasanya perusahaan akan menawarkan harga diatas harga pasar sebelum delisting sampai jangka waktu tertentu.
DeleteSebagai contoh harga saham (pasar) A 1.500. Ketika akan delisting, perusahaan menawarkan harga 3.000 ke publik sampai 60 hari sebelum delisting.
Artinya, investor diberikan kesempatan untuk menjual sahamnya di harga 3.000 sampai 60 hari sebelum pengumuman go private.
Tapi ini adalah opsi. Kalau investor tidak bersedia menjual sahamnya sesuai mekanisme, maka investor akan tetap memiliki saham tersebut sampai delisting. Hanya saja, saham tersebut tidak bisa diperjual belikan melalui Bursa Efek.
Namun jika pemegang saham tidak menyetujui rencana go private, pemegang saham bisa meminta perusahaan untuk membeli kembali saham2 investor di harga wajar (melalui RUPSLB)
Contoh kasus voluntary delisting ini seperti yang terjadi di saham SOBI