Ketika menjalani kegiatan trading sehari-hari, sebenarnya saya juga sering "cuti" trading. "Cuti" disini maksudnya adalah wait and see. Kenapa Bung Heze kok banyak wait and see? Sebenarnya bukan karena malas trading. Saya seringkali mengambil keputusan wait and see karena tidak banyak saham2 bagus di Bursa Efek yang layak ditradingkan.
Pada saat saham2 screening saya (dan sebenarnya jumlahnya cuma beberapa saja) sedang turun, atau sideways cukup panjang, saya hanya wait and see, sambil menunggu momen yang tepat untuk membeli harga saham di harga bawah. Sekarang, coba anda perhatikan top stocks (top gainer) 20 saham yang sempat saya ambil pada saat jam market tutup.
Dari 20 top stocks ini saja, menurut saya hanya saham NIKL yang masih bagus secara grafik. Sedangkan lainnya? Semuanya adalah saham2 yang "tidak ada grafiknya". Siapa juga yang mau trading di saham2 beginian. Jarang2 saya menemui saham LQ45 bisa masuk top stocks.
Pernahkah anda bertanya-tanya, kenapa ya kok saham2 di Bursa Efek banyak sekali yang tidak likuid, sehingga menyulitkan dalam melakukan screening saham2 pilihan? Di pos ini saya akan membahasnya secara detail.
Pertama, saham tidak likuid dikarenakan tidak ada niat baik perusahaan untuk go public. Coba anda baca laporan2 keuangan perusahaan2 go public, banyak sekali yang labanya tidak memuaskan, banyak emiten yang mengalami rugi bersih, banyak yang kinerjanya jelek. Sehingga, saham2nya pun tidak bisa likuid. Baca juga: Cara Mendapatkan Laporan Keuangan Perusahaan.
Di satu sisi, banyak juga saham2 perusahaan yang harganya rendah, volume transaksi sedikit bahkan hampir tidak ditradingkan sama sekali. Tetapi, manajemen perusahaan sama sekali tidak memiliki itikad baik untuk menaikkan harga sahamnya. Atau setidak-tidknya memberikan keyakinan pada investor mengenai kepastian harga saham perusahaan. Itikad baik ini misalnya bisa dilakukan dengan melakukan buy back saham. Baca juga: Apa Itu Buy Back Saham?
Kalau banyak perusahaan yang kinerjanya jelek, harga sahamnya rendah sekali, jumlah saham beredar sedikit, maka secara logika tidak akan ada yang mau trading apalagi investasi. Saham2 seperti ini biasanya justru dimanfaatkan oleh bandar. Sehingga, kalau anda perhatikan top stocks saham2, biasanya malah diisi oleh saham2 yang tidak jelas.
Kedua, belum banyak investor yang berminat untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini menyebabkan banyak saham2 yang "tidak tersentuh" oleh trader. Di pasar saham kita, sebenarnya hanya beberapa saham saja yang likuid.
Tentu saja hal ini sangat disayangkan. Karena jika jumlah investor di pasar modal meningkat signifikan, maka saham2 lapis 2, seperti CPIN, BSDE akan dapat bergerak lebih likuid.
Ketiga, Perusahaan masih takut go public. Biaya go public tidaklah murah, pengungkapan juga membutuhkan biaya besar. Di satu sisi, perusahaan takut go public karena aset dan kekayaannya bisa diketahui oleh masyarakat. Sehingga, jumlah perusahaan go public di Indonesia jumlahnya juga masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan perusahaan2 di luar negeri. Inilah yang membuat banyak saham2 yang tidak likuid, dan pilihan saham yang bagus menjadi semakin sedikit.
Nah, mengingat saham2 go public di Indonesia tidak banyak yang likuid alias cukup mengecewakan sampai saat ini, maka anda harus benar2 mampu melakukan screening saham dengan baik. Baca juga: Cara Melakukan Screening Saham (Belum terbit.. coming soon). Screening saham adalah bagian dari trading plan. Ketika anda tidak punya trading plan, aktivitas trading bisa kacau dan anda sangat rentan terjebak pada saham2 yang tidak bisa memberikan value bagi trader maupun investor.
Kedepan, tentu anda dan saya berharap agar saham2 di Bursa Efek jumlahnya bisa bertambah jauh lebih banyak. Dan tentunya, kita semua berharap agar saham2 di Bursa Efek menjadi jauh lebih likuid, sehingga trader akan memiliki lebih banyak pilihan saham2 bagus dan layak untuk ditradingkan.
semoga saja dgn adanya penny stock byk perusahaan go publik & perusahaan jgn terlalu byk main RI kalau sahamnya tdk liquid mending masuk
ReplyDeletepenny stock saja yaa
Penny stock ibarat pedang bermata dua. Kenaikan harga saham beberapa pon saja sudah bisa memberikan cuan bagi trader. Sebaliknya, kalau harga saham suatu emiten dari Rp50 turun ke Rp1, maka investor2 yang nyangkut di 50-an semakin sulit untuk menjual sahamnya.
Delete