Salah satu analisis fundamental saham yang paling sering menjadi sorotan investor adalah Debt to Equity Ratio (DER). Sesuai artinya, DER berarti perbandingan antara utang total dengan ekuitas total. Dengan kata lain DER berkaitan dengan struktur modal perusahaan. Rumus DER adalah sebagai berikut:
DER menunjukkan komposisi penggunaan utang dan ekuitas. Seberapa besar perbandingan penggunaan utang dibandingkan dengan ekuitas. DER menjadi sangat penting bagi investor. Hal ini dikarenakan modal yang digunakan perusahaan akan sangat menentukan keberlangsungan hidup perusahaan.
Para investor, para pengamat pasar dan analis saham biasanya mencermati seberapa sehat kondisi perusahaan dengan penggunaan modalnya. Kalau di dalam penggunaan modal, perusahaan memiliki utang yang terlalu jumbo dan membengkak dibandingkan ekuitas, hal ini bisa mengancam kelangsungan hidup perusahaan.
Perusahaan bisa terkena ancaman pailit (bangkrut dan pastinya akan kena Delisting dari Bursa) apabila perusahaan tidak mampu melunasi utang-utangnya. Berdasarkan pengalaman saya selama ini, perusahaan yang memiliki DER terlalu besar sampai ratusan kali, memang biasanya adalah perusahaan2 yang nggak jelas operasi usahanya, laporan keuangan minus alias rugi dan terbelit berbagai kasus.
Perusahaan2 tersebut umumnya adalah perusahaan2 yang sudah terancam pailit, banyak investor yang meninggalkan perusahaan tersebut, dan harga sahamnya juga berada di sekitar gocap (Rp50).
Tetapi di satu sisi, memang tidak semua perusahaan yang memiliki utang besar adalah perusahaan yang buruk. Saya beri contoh sektor perbankan. Perusahaan2 perbankan pada umumnya memang memiliki utang yang tinggi. Hal ini sangatlah wajar karena perbankan berhubungan dengan kegiatan simpan-pinjam dana nasabah.
Contoh Perhitungan Debt to Equity Ratio
Sekarang kita masuk pada contoh menganalisis DER pada laporan keuangan perusahaan. Pada contoh ini saya menggunakan laporan keuangan PT Nippon Indosari Corpindo Tbk (ROTI) untuk tahun berkahir 31 Desember 2015 perbandingan 31 Desember 2014 dan 31 Desember 2013. Perhatikan tabel dibawah ini:
Pada tabel diatas tampak bahwa DER ROTI tahun 2013 adalah 1,34 kali, tahun 2014 adalah 1,24 kali, dan tahun 2015 adalah 1,27 kali. DER diatas 1 kali menunjukkan bahwa perusahaan menggunakan utang yang lebih besar daripada ekuitasnya. Apkah hal ini buruk?
Tentu saja tidak. Selama DER tersebut masih dalam kisaran yang wajar keberlangsungan perusahaan masih oke (ditinjau dari sisi struktur modal).
Bagaimana cara mengetahui wajar tidaknya DER? Pertama, anda bisa membandingkan dengan sektor sejenis. Kedua, anda bisa melihat trennya. Pada DER ROTI diatas tampak bahwa DER-nya ya masih ada di kisaran 1 koma sekian selama 3 tahun. Artinya, DER ROTI boleh saya katakan aman.
Tapi kalau anda menemukan DER yang naik pesat selama beberapa tahun, padahal omzet perusahaan terus turun atau stagnan, maka anda harus waspadai perusahaan tersebut. Oleh karena itu, kalau anda memutuskan untuk menanam (berinvestasi) saham, anda benar-benar harus serius mempertimbangkan struktur modal perusahaan.
Profitabilitas sangat penting. Tetapi penggunaan modal perusahaan juga mengindikasikan sehat tidaknya perusahaan dalam jangka panjang. Kalau anda menemukan emiten2 yang memiliki tingkat utang yang sangat besar, bahkan jauh melebihi ekuitasnya, dan DER perusahaan terus meningkat signifikan dari tahun ke tahun, saya mentarankan anda untuk menghindari perusahaan tersebut.
Hal ini akan sangat berbahaya bagi kelangsungan perusahaan, dan membahayakan investor tentunya. Contohnya saham2 Bakrie Group yang terbelit utang besar dan harga sahamnya sampai saat ini (sebagian besar Bakrie Group) masih tetap di harga Rp50.
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan bertanya apapun tentang saham, saya sangat welcome terhadap komentar rekan-rekan.