Di pasar saham pernahkah anda mendengar istilah quantitative easing (QE) (pelonggaran kuantitatif) dan tapering off? Kebijakan tersebut pernah dilakukan oleh Amerika Serikat dan Jepang. Di mana Bank of Japan (BOJ) melakukan quantitative easing dengan cara menyuntik dana segar sebesar US$ 1,4 triliun, yang saat itu Jepang juga sudah berada dalam kondisi deflasi.
Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau biasa disebut The Federal Reserve (The FED) juga pernah melakukan kebijakan QE. AS menyuntikkan dana sebesar US$ 85 miliar per bulan ke negeri Paman Sam untuk menumbuhkan kembali perekonomian di AS.
Lalu, apa efek kebijakan QE ini? Tentu saja dengan kebijakan QE, sampai dengan The FED sudah memiliki harta sebesar US$4 triliun obligasi. Sedangkan sebelum krisis, The FED hanya memiliki aset sebesar US$800 miliar.
Quantitave easing atau pembelian aset yang dilakukan oleh The FED dilakukan dalam dua hal, yaitu dengan cara membeli surat utang AS dan membeli obligasi perumahan. Kemudian per Januari 2014, The FED memutuskan untuk mengurangi stimulus (tapering off) yang semula US$ 85 miliar menjadi US$ 75 miliar per Januari 2014.
Keputusan pengurangan stimulus dilakukan The FED karena The FED menilai AS sudah menunjukkan perbaikan / pemulihan ekonomi yang besar serelah mengalami masa resesi sejak tahun 2009. Federal Open Market Committee (FOMC) menyatakan memutuskan untuk mengurangi nilai nominal pembelian aset.
Pengurangan stimulus ini dilakukan secara bertahap. Apabila The FED menilai perekonomian AS sudah lebih baik lagi dan inflasi bisa meningkat sesuai target yang diharapkan, The FED akan mengurangi lagi stimulus ke Negeri Paman Sam tersebut.
* The FED merupakan Bank Sentral Amerika Serikat yan bertugas untuk mengontrol jumlah uang beredar di negeri Paman Sam, serta . The FED di Indonesia sama seperti Bank Indonesia (BI).
Oke, dari apa yang saya paparkan diatas kita mendapat 2 kata kunci, yaitu 'quantitative easing' dan 'tapering off'. Tahukah anda apa yang dimaksud dengan quantitative easing? Apa yang dimaksud dengan tapering off?
QUANTITATIVE EASING / Pelonggaran kuantitatif
Seperti yang saya jelaskan, Bank Sentral bertugas untuk mengontrol jumlah uang beredar, dengan cara menaikkan atau menurunkan suku bunga acuan. Tetapi, The Fed tidak bisa terus menurunkan suku bunga apabila suatu negara berada dalam kondisi resesi, di mana yang terjadi tingkat inflasinya adalah hampir 0% atau bahkan minus alias deflasi.
[Catatan: Jika terjadi pengangguran dan resesi ekonomi, maka Bank Sentral akan menurunkan tingkat suku bunga. Dengan turunnya suku bunga, maka pinjaman kredit menjadi rendah, sehingga menggairahkan orang untuk meminjam uang dari bank (Bank bisa mencetak lebih banyak uang) dan diputar untuk usaha.
Pada akhirnya perekonomian suatu negara akan meningkat. Setelah perekonomian negara meningkat dan terjadi inflasi yang sudah mencapai target, maka Bank Sentral akan kembali meningkatkan suku bunga, sehingga akan mengurangi gairah masyarakat untuk melakukan kredit dan masyarakat akan lebih tertarik menabung karena bunga tabungan yang besar.]
Maka dari itu, The FED merangsang pertumbuhan ekonomi AS dengan cara memompa langsung sistem keuangan negara. Caranya: The FED membeli obligasi jangka panjang (obligasi surat utang dan obligasi kredit perumahan).
Dalam hal ini The FED membeli aset2 keuangan yang dimiliki bank komersial dan institusi keuangan lainnya. Uang dari hasil pembelian obligasi ini nantinya akan disalurkan ke masyarakat (Amerika atau Jepang jika Bank of Japan). Itulah yang disebut dengan quantitative easing.
Sederhaanya, kebijakan QE berarti kebijakan Th FED untuk meningkatkan jumlah uang beredar di masyarakat tanpa menurunkan suku bunga acuan. Nah, pembelian aset2 keuangan oleh The FED ini tidak serta merta menurunkan suku bunga acuan.
Perlu anda ketahui, QE hanya bisa diterapkan di negara2 yang memiliki tingkat inflasi mendekati nol atau minus (alias delfasi), seperti di AS dan Jepang. Jika kebijakan ini diterapkan di negara2 berkembang seperti Indonesia, maka akan menyebabkan Indonesia terkena hiperinflasi.
Oke, kini anda sudah memahami QE. Lalu apakah tapering off itu?
TAPERING OFF
The FED tidak bisa terus menerus membeli obligasi. Oleh karena itu, ketika perekonomian AS sudah mulai membaik, inflasi sudah meningkat sesuai target karena kebijakan QE, maka The FED mulai mengurangi stimulus, yaitu dengan cara mengurangi pembelian obligasi secara bertahap. Inilah yang disebut dengan tapering off.
Seperti yang saya bahas di awal2 paragraf, pengurangan stimulus dilakukan dengan mengurangi pembelian obligasi dari US$85 miliar menjadi US$75 miliar, dan dilakukan secara bertahap.
Mengapa stimulus harus dikurangi? Mengapa The FED harus melakukan tapering off? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, saya beri perumpamaan seorang atlet.
Seorang atlet setelah diforsir untuk terus berlatih dengan tujuan meningkatkan performa, sang atlet membutuhkan waktu istirahat. Tidak mungkin sang atlet dipaksa terus berlatih secara non-stop tanpa istirahat, karena hal tersebut pada akhirnya justru akan membuat sang atlet menjadi sakit dan tidak bisa berkompetisi dengan baik.
Nah, ketika atlet terus dilatih itulah ibarat kebijakan quantitative easing. Sedangkan ketika atlet beristirahat dari latihan, itulah ibarat tapering off. Oke, kembali lagi ke tapering off.
Apabila perekonomian AS sudah berkembang, dan tingkat inflasi meningkat tetapi (katakanlah) The FED terus menggelontorkan kebijakan QE, maka ujung2nya justru akan terjadi hiperinflasi dan akan menyebabkan gelembung ekonomi. Maka, hal ini pada akhirnya justru berdampak buruk pada perekonomian AS.
Jadi, ketika perekonomian AS sudah membaik, maka The FED perlu mengurangi stimulus guna menjaga sistem ekonomi AS agar tidak terjadi hiperinflasi, yang pada akhirnya dapat menyebabkan berbagai ketidakseimbangan.
QE, Tapering Off dan IHSG?
Itulah mengenai QE dan tapering off... QE dan tapering off memiliki pengaruh ke IHSG. Jika dana QE nantinya juga masuk ke Indonesia, dalam artian dengan QE, dan meningkatkan perekonomian AS, kemudian AS menanamkan modal di Indonesia dalam bentuk sektor non-riil (saham, obligasi dan sebagainya), maka IHSG akan mengalami peningkatan dalam jangka panjamg.
Sebaliknya, jika dana AS masuk ke Indonesia tetapi lebih dominan pada sektor riil (tanah, rumah, investasi bangunan dan lain2), maka dampak ke IHSG tidak akan terlalu terasa secara langsung.
Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau biasa disebut The Federal Reserve (The FED) juga pernah melakukan kebijakan QE. AS menyuntikkan dana sebesar US$ 85 miliar per bulan ke negeri Paman Sam untuk menumbuhkan kembali perekonomian di AS.
Lalu, apa efek kebijakan QE ini? Tentu saja dengan kebijakan QE, sampai dengan The FED sudah memiliki harta sebesar US$4 triliun obligasi. Sedangkan sebelum krisis, The FED hanya memiliki aset sebesar US$800 miliar.
Quantitave easing atau pembelian aset yang dilakukan oleh The FED dilakukan dalam dua hal, yaitu dengan cara membeli surat utang AS dan membeli obligasi perumahan. Kemudian per Januari 2014, The FED memutuskan untuk mengurangi stimulus (tapering off) yang semula US$ 85 miliar menjadi US$ 75 miliar per Januari 2014.
Keputusan pengurangan stimulus dilakukan The FED karena The FED menilai AS sudah menunjukkan perbaikan / pemulihan ekonomi yang besar serelah mengalami masa resesi sejak tahun 2009. Federal Open Market Committee (FOMC) menyatakan memutuskan untuk mengurangi nilai nominal pembelian aset.
Pengurangan stimulus ini dilakukan secara bertahap. Apabila The FED menilai perekonomian AS sudah lebih baik lagi dan inflasi bisa meningkat sesuai target yang diharapkan, The FED akan mengurangi lagi stimulus ke Negeri Paman Sam tersebut.
* The FED merupakan Bank Sentral Amerika Serikat yan bertugas untuk mengontrol jumlah uang beredar di negeri Paman Sam, serta . The FED di Indonesia sama seperti Bank Indonesia (BI).
Oke, dari apa yang saya paparkan diatas kita mendapat 2 kata kunci, yaitu 'quantitative easing' dan 'tapering off'. Tahukah anda apa yang dimaksud dengan quantitative easing? Apa yang dimaksud dengan tapering off?
QUANTITATIVE EASING / Pelonggaran kuantitatif
Seperti yang saya jelaskan, Bank Sentral bertugas untuk mengontrol jumlah uang beredar, dengan cara menaikkan atau menurunkan suku bunga acuan. Tetapi, The Fed tidak bisa terus menurunkan suku bunga apabila suatu negara berada dalam kondisi resesi, di mana yang terjadi tingkat inflasinya adalah hampir 0% atau bahkan minus alias deflasi.
[Catatan: Jika terjadi pengangguran dan resesi ekonomi, maka Bank Sentral akan menurunkan tingkat suku bunga. Dengan turunnya suku bunga, maka pinjaman kredit menjadi rendah, sehingga menggairahkan orang untuk meminjam uang dari bank (Bank bisa mencetak lebih banyak uang) dan diputar untuk usaha.
Pada akhirnya perekonomian suatu negara akan meningkat. Setelah perekonomian negara meningkat dan terjadi inflasi yang sudah mencapai target, maka Bank Sentral akan kembali meningkatkan suku bunga, sehingga akan mengurangi gairah masyarakat untuk melakukan kredit dan masyarakat akan lebih tertarik menabung karena bunga tabungan yang besar.]
Maka dari itu, The FED merangsang pertumbuhan ekonomi AS dengan cara memompa langsung sistem keuangan negara. Caranya: The FED membeli obligasi jangka panjang (obligasi surat utang dan obligasi kredit perumahan).
Dalam hal ini The FED membeli aset2 keuangan yang dimiliki bank komersial dan institusi keuangan lainnya. Uang dari hasil pembelian obligasi ini nantinya akan disalurkan ke masyarakat (Amerika atau Jepang jika Bank of Japan). Itulah yang disebut dengan quantitative easing.
Sederhaanya, kebijakan QE berarti kebijakan Th FED untuk meningkatkan jumlah uang beredar di masyarakat tanpa menurunkan suku bunga acuan. Nah, pembelian aset2 keuangan oleh The FED ini tidak serta merta menurunkan suku bunga acuan.
Perlu anda ketahui, QE hanya bisa diterapkan di negara2 yang memiliki tingkat inflasi mendekati nol atau minus (alias delfasi), seperti di AS dan Jepang. Jika kebijakan ini diterapkan di negara2 berkembang seperti Indonesia, maka akan menyebabkan Indonesia terkena hiperinflasi.
Oke, kini anda sudah memahami QE. Lalu apakah tapering off itu?
TAPERING OFF
The FED tidak bisa terus menerus membeli obligasi. Oleh karena itu, ketika perekonomian AS sudah mulai membaik, inflasi sudah meningkat sesuai target karena kebijakan QE, maka The FED mulai mengurangi stimulus, yaitu dengan cara mengurangi pembelian obligasi secara bertahap. Inilah yang disebut dengan tapering off.
Seperti yang saya bahas di awal2 paragraf, pengurangan stimulus dilakukan dengan mengurangi pembelian obligasi dari US$85 miliar menjadi US$75 miliar, dan dilakukan secara bertahap.
Mengapa stimulus harus dikurangi? Mengapa The FED harus melakukan tapering off? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, saya beri perumpamaan seorang atlet.
Seorang atlet setelah diforsir untuk terus berlatih dengan tujuan meningkatkan performa, sang atlet membutuhkan waktu istirahat. Tidak mungkin sang atlet dipaksa terus berlatih secara non-stop tanpa istirahat, karena hal tersebut pada akhirnya justru akan membuat sang atlet menjadi sakit dan tidak bisa berkompetisi dengan baik.
Nah, ketika atlet terus dilatih itulah ibarat kebijakan quantitative easing. Sedangkan ketika atlet beristirahat dari latihan, itulah ibarat tapering off. Oke, kembali lagi ke tapering off.
Apabila perekonomian AS sudah berkembang, dan tingkat inflasi meningkat tetapi (katakanlah) The FED terus menggelontorkan kebijakan QE, maka ujung2nya justru akan terjadi hiperinflasi dan akan menyebabkan gelembung ekonomi. Maka, hal ini pada akhirnya justru berdampak buruk pada perekonomian AS.
Jadi, ketika perekonomian AS sudah membaik, maka The FED perlu mengurangi stimulus guna menjaga sistem ekonomi AS agar tidak terjadi hiperinflasi, yang pada akhirnya dapat menyebabkan berbagai ketidakseimbangan.
QE, Tapering Off dan IHSG?
Itulah mengenai QE dan tapering off... QE dan tapering off memiliki pengaruh ke IHSG. Jika dana QE nantinya juga masuk ke Indonesia, dalam artian dengan QE, dan meningkatkan perekonomian AS, kemudian AS menanamkan modal di Indonesia dalam bentuk sektor non-riil (saham, obligasi dan sebagainya), maka IHSG akan mengalami peningkatan dalam jangka panjamg.
Sebaliknya, jika dana AS masuk ke Indonesia tetapi lebih dominan pada sektor riil (tanah, rumah, investasi bangunan dan lain2), maka dampak ke IHSG tidak akan terlalu terasa secara langsung.
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan bertanya apapun tentang saham, saya sangat welcome terhadap komentar rekan-rekan.