Setiap memasuki perdagangan bursa saham di Bulan Mei, para pengamat, broker, termasuk para pemain saham ritel selalu mencermati salah satu bentuk anomali pasar yang dipercaya selalu terjadi setiap tahun, yaitu: Sell in May and Go Away (Jual saham di bulan Mei dan kemudian simpan cash).
Mengapa sell in may and go away selalu ramai dibicarakan di Bulan Mei? Apakah benar anomali pasar ini selalu terjadi ketika memasuki bulan Mei? Sebelum saya membahas lebih dalam, ada baiknya anda mempelajari penyebab terjadinya sell in may and go away.
Sell in may and go away berasal dari Amerika Serikat. Analis di Amerika mencoba menginvestasikan modal sebesar USD 1.000, kemudian menghitung berapa besarnya return di S&P500 pada 2 perioda:
1. Investasi saham bulan Mei, dan menjual bulan Oktober.
2. Investasi saham bulan November, dan menjual bulan April
Hasilnya, investasi pada bulan Mei hanya menghasilkan return US$32 dalam waktu 62 tahun dan ketika investasi di bulan November, return yang didapatkan dalam waktu yang sama adalah sebesar US$ 74. Artinya, para analis tersebut beranggapan bahwa penyebab rendahnya return bulan Mei karena pada bulan Mei banyak investor yang menjual saham (sell in may).
Oke, lalu bagaimana dengan Indonesia? Berdasarkan pengamatan para analis, sell in may and go away terjadi karena pada bulan Mei sudah tidak banyak sentimen positif yang ada di Bursa sudah tidak banyak terjadi. Ada beberapa asumsi yang mendasari adanya sell in may and go away:
1. Sentimen positif laporan keuangan kuartal I (Bulan April) sudah berakhir
2. Pembagian dividen tahunan biasanya diumumkan sebelum Mei, sehingga harga saham naik pada bulan-bulan sebelumnya, dan pada bulan Mei terjadi aksi profit taking
3. Bulan Mei adalah bulan menjelang liburan sekolah, sehingga banyak orang yang memilih menggunakan uangnya untuk berlibur daripada trading.
Asumsi2 tersebut sah saja, dan kalau kita lihat teorinya memang cukup masuk akal mengapa investor banyak menjual saham di bulan Mei. Tetapi, bagaimana dengan praktiknya? Pada praktikknya, "sell in may and go away" seringkali nggak terbukti. Nggak percaya?
Sebagai contoh, pada bulan Mei 2016, banyak terjadi ketakutan akan terjadi panic selling karena 'katanya' di bulan Mei pasar saham biasanya bearish. Tapi kenyataannya pasar saham di bulan Mei 2016 masih tetap mengikuti pergerakan IHSG di 4 bulan sebelumnya (Januari-April).
Di mana pada bulan Mei 2016, pasar saham justru terlihat sedikit mulai naik, tetapi masih dominan sideways. Baca juga: Mengapa Pasar Saham Sering Panic Selling? Tetapi justru di tahun 2016, bulan Mei 2016 saya mendapatkan return saham paling besar dibandingkan bulan2 lainnya. Hal ini menandakan bahwa sell in may and go away masih belum bisa dibuktikan secara akurat, setidaknya untuk pasar saham Indonesia.
Jadi, apa yang harus anda lakukan ketika memasuki bulan Mei?
Jawabannya, anda tidak perlu panik, apalagi sampai panic selling. Di bulan Mei, anda tetap bisa mencetak return, selama anda memiliki trading plan yang baik dan mampu melakukan analisa objektif, tidak berjudi di pasar saham, dan tidak mudah tergoda oleh rumor2 yang nggak jelas, saya yakin anda tetap bisa mendapatkan return positif (keuntungan) di bulan Mei.
Sell in may and go away berasal dari Amerika Serikat. Analis di Amerika mencoba menginvestasikan modal sebesar USD 1.000, kemudian menghitung berapa besarnya return di S&P500 pada 2 perioda:
1. Investasi saham bulan Mei, dan menjual bulan Oktober.
2. Investasi saham bulan November, dan menjual bulan April
Hasilnya, investasi pada bulan Mei hanya menghasilkan return US$32 dalam waktu 62 tahun dan ketika investasi di bulan November, return yang didapatkan dalam waktu yang sama adalah sebesar US$ 74. Artinya, para analis tersebut beranggapan bahwa penyebab rendahnya return bulan Mei karena pada bulan Mei banyak investor yang menjual saham (sell in may).
Oke, lalu bagaimana dengan Indonesia? Berdasarkan pengamatan para analis, sell in may and go away terjadi karena pada bulan Mei sudah tidak banyak sentimen positif yang ada di Bursa sudah tidak banyak terjadi. Ada beberapa asumsi yang mendasari adanya sell in may and go away:
1. Sentimen positif laporan keuangan kuartal I (Bulan April) sudah berakhir
2. Pembagian dividen tahunan biasanya diumumkan sebelum Mei, sehingga harga saham naik pada bulan-bulan sebelumnya, dan pada bulan Mei terjadi aksi profit taking
3. Bulan Mei adalah bulan menjelang liburan sekolah, sehingga banyak orang yang memilih menggunakan uangnya untuk berlibur daripada trading.
Asumsi2 tersebut sah saja, dan kalau kita lihat teorinya memang cukup masuk akal mengapa investor banyak menjual saham di bulan Mei. Tetapi, bagaimana dengan praktiknya? Pada praktikknya, "sell in may and go away" seringkali nggak terbukti. Nggak percaya?
Sebagai contoh, pada bulan Mei 2016, banyak terjadi ketakutan akan terjadi panic selling karena 'katanya' di bulan Mei pasar saham biasanya bearish. Tapi kenyataannya pasar saham di bulan Mei 2016 masih tetap mengikuti pergerakan IHSG di 4 bulan sebelumnya (Januari-April).
Di mana pada bulan Mei 2016, pasar saham justru terlihat sedikit mulai naik, tetapi masih dominan sideways. Baca juga: Mengapa Pasar Saham Sering Panic Selling? Tetapi justru di tahun 2016, bulan Mei 2016 saya mendapatkan return saham paling besar dibandingkan bulan2 lainnya. Hal ini menandakan bahwa sell in may and go away masih belum bisa dibuktikan secara akurat, setidaknya untuk pasar saham Indonesia.
Jadi, apa yang harus anda lakukan ketika memasuki bulan Mei?
Jawabannya, anda tidak perlu panik, apalagi sampai panic selling. Di bulan Mei, anda tetap bisa mencetak return, selama anda memiliki trading plan yang baik dan mampu melakukan analisa objektif, tidak berjudi di pasar saham, dan tidak mudah tergoda oleh rumor2 yang nggak jelas, saya yakin anda tetap bisa mendapatkan return positif (keuntungan) di bulan Mei.
Terima kasih atas ulasannya pak El Heze, tapi bulan mei ini saya unrealized lost lumayan dan mulai berpikir bahwa mitos sell in may itu benar. Kalau menurut bapak, untuk bulan mei sektor yang potensial memberikan profit apa ya pak? kalau ada emitem spesifiknya akan lebih baik lagi. Terima kasih
ReplyDeleteAda banyak penyebab pasar saham turun di bulan2 tertentu. Bisa jadi mitos tsb benar adanya, bisa jadi ada faktor lainnya
DeleteJika anda di bulan Mei banyak loss bukan berarti mitos tersebut benar2 terjadi. Ada banyak faktor yang menyebabkan anda loss. Mungkin pengaruh psikologis saat itu juga bisa sangat mempengaruhi keputusan trading anda.
Penurunan banyak saham di beberapa hari ini memang disebabkan karena kondisi negara yang tidak kondusif.
Saat ini saya nggak punya pilihan sektor... Yang jelas sektor spt batu bara beberapa hari ini saa hindari dulu karena sedang turun terus. Saya hanya beli saham yang sudah naik