Di pos ini: Perlukah Analisis Fundamental untuk Seorang Trader? Kita sudah membahas tentang pentingnya analisa fundamental untuk seorang trader. Kita semua menyimpulkan bahwa analisa fundamental sangat penting untuk trader.
Sebaliknya, apakah seorang investor juga perlu memahami analisa teknikal? Saya sendiri sering mendapat pertanyaan dari rekan-rekan: Apakah kita sebagai seorang investor perlu melihat analisa teknikal sebelum memutuskan beli dan jual saham?
Karena saya juga investasi di beberapa saham tertentu, saya bisa menyimpulkan bahwa investor tetap membutuhkan analisis teknikal...
Namun sebenarnya investor saham itu ada beberapa tipe. Dan setiap tipe investor memiliki kebutuhan analisa teknikal dengan porsi yang berbeda. Mari kita bahas.
1. Value investing
Ada sebagian investor yang mencari saham2 berfundamental bagus, valuasi sahamnya masih murah, dan perusahaannya punya prospek yang bagus, namun sahamnya masih belum banyak dilirik oleh investor. Dengan kata lain, anda mencari "harta terpendam", di mana ketika fundamental mulai menonjol, kinerja perusahaan mulai diketahui publik, maka di saat itulah sahamnya akan naik sangat tinggi dalam waktu 1-2 tahunan.
Kebanyakan saham2 yang harganya masih belum bergerak, belum banyak diincar orang tapi punya prospek yang bagus, tentu saja grafik saham nggak akan bisa anda jadikan acuan, karena grafiknya belum membentuk pola-pola tertentu.
Bahkan banyak saham2 growth company yang tidak terlalu likuid dan sahamnya masih "tidur" alias belum bergerak. Itu artinya, seorang value investing yang mengincar saham growth company ini harus berfokus total pada analisa fundamental, yaitu analisa laporan keuangan, kinerja, GCG, valuasi saham (PER, PBV), ROE dan lain-lain.
Lagian, indikator2 trading saham seperti stochastic, pola candlestick, RSI, MACD, Williams %R tidaklah dibutuhkan untuk seorang investor. Hal ini karena indikator2 tersebut khusus didesain untuk seorang trader jangka pendek.
Lalu kapan anda menjual saham? Anda menjual saham jika valuasi saham sudah mahal (PER maupun PBV) dan kinerja perusahaan sudah tidak sebagus dulu lagi. Saya pernah membahasnya disini: Investor Saham: Kapan Sebaiknya Menjual Saham?
Maka disitulah saham akan rawan turun. Jadi untuk seorang value investing, analisa teknikal ini memang hampir nggak diperlukan, karena indikator beli dan jual saham anda hanya mengacu pada: Kinerja perusahaan dan valuasi saham (murah atau sudah mahal).
Saya sendiri menggunakan analisa teknikal untuk value investing, hanya untuk memantau ketika PER saham sudah mulai mahal, dan diikuti dengan saham yang naik tinggi. Maka disitu saya melihat chart-chart pattern yang terbentuk pada harga puncaknya, khususnya chart pattern yang menunjukkan apakah saham tersebut bakalan turun / koreksi.
Karena kalau PER saham sudah mahal dan chart / grafik teknikal juga sudah sangat tinggi, maka saham tersebut biasanya sudah rawan untuk turun, bahkan banyak saham2 seperti ini yang turun terus secara berangsur.
Contohnya, saya pernah investasi di PPRO, KBLI dan lain2. Di mana saat PER-nya sudah overvalued dan harga sahamnya (di chart) sudah setinggi langit, maka disitulah saya sudah harus melepas saham saya.
Bahkan banyak saham2 growth company yang tidak terlalu likuid dan sahamnya masih "tidur" alias belum bergerak. Itu artinya, seorang value investing yang mengincar saham growth company ini harus berfokus total pada analisa fundamental, yaitu analisa laporan keuangan, kinerja, GCG, valuasi saham (PER, PBV), ROE dan lain-lain.
Lagian, indikator2 trading saham seperti stochastic, pola candlestick, RSI, MACD, Williams %R tidaklah dibutuhkan untuk seorang investor. Hal ini karena indikator2 tersebut khusus didesain untuk seorang trader jangka pendek.
Lalu kapan anda menjual saham? Anda menjual saham jika valuasi saham sudah mahal (PER maupun PBV) dan kinerja perusahaan sudah tidak sebagus dulu lagi. Saya pernah membahasnya disini: Investor Saham: Kapan Sebaiknya Menjual Saham?
Maka disitulah saham akan rawan turun. Jadi untuk seorang value investing, analisa teknikal ini memang hampir nggak diperlukan, karena indikator beli dan jual saham anda hanya mengacu pada: Kinerja perusahaan dan valuasi saham (murah atau sudah mahal).
Saya sendiri menggunakan analisa teknikal untuk value investing, hanya untuk memantau ketika PER saham sudah mulai mahal, dan diikuti dengan saham yang naik tinggi. Maka disitu saya melihat chart-chart pattern yang terbentuk pada harga puncaknya, khususnya chart pattern yang menunjukkan apakah saham tersebut bakalan turun / koreksi.
Karena kalau PER saham sudah mahal dan chart / grafik teknikal juga sudah sangat tinggi, maka saham tersebut biasanya sudah rawan untuk turun, bahkan banyak saham2 seperti ini yang turun terus secara berangsur.
Contohnya, saya pernah investasi di PPRO, KBLI dan lain2. Di mana saat PER-nya sudah overvalued dan harga sahamnya (di chart) sudah setinggi langit, maka disitulah saya sudah harus melepas saham saya.
2. Investor pengincar saham-saham murah
Tipe investor kedua ini juga banyak sering anda temukan, yaitu investor yang mengincar saham-saham yang punya kinerja bagus (seperti saham blue chip), namun valuasi sahamnya masih murah.
Tipe investor ini tidak mengincar "harta terpendam", namun mengincar saham2 yang sudah mapan, likuid, namun sahamnya lagi undervalue. Yup, saham2 seperti ini biasanya punya potensi naik dalam beberapa bulan kedepan.
Penulis sendiri paling sering menerapkan strategi mengincar saham2 murah tersebut untuk disimpan beberapa bulan. Penulis pernah mid term trading di BBRI, BBNI saat sahamnya sudah undervalue.
Dalam hal ini, terkadang kita membutuhkan KOMBINASI dari analisa teknikal dan fundamental. Analisa teknikal diperlukan karena anda mencari saham2 yang
Anda perlu mencari saham2 blue chip atau lapis dua yang likuid, kinerjanya bagus dan sahamnya undervalue serta punya ROE yang tinggi (diatas 15 kali tiap tahun). Sedangkan untuk analisa teknikal, anda juga perlu melihat apakah saham sudah turun / berada di harga bottom.
Dalam hal ini, anda juga perlu melihat terutama: ANALISA TREN (Lihat tren minimal 6 bulan, 1 tahun dan tren 3 tahun) untuk melihat harga2 bottom yang terbentuk sebagai acuan. Analisa tren saham saya bahas praktik2nya disini: Buku Saham.
Biasanya saya juga melihat indikator analisa teknikal jangka panjang, seperti Moving Average (MA) 200 atau MA300. MA200 adalah MA saham selama satu tahun.
Penggunaan dan praktik lengkap indikator Moving Average (MA) juga sudah saya bahas di ebook saham yang saya terbitkan disini: Buku Trading Saham: Panduan Simpel dan Efektif Menemukan Saham yang Bagus.
Tipe investor ini tidak mengincar "harta terpendam", namun mengincar saham2 yang sudah mapan, likuid, namun sahamnya lagi undervalue. Yup, saham2 seperti ini biasanya punya potensi naik dalam beberapa bulan kedepan.
Penulis sendiri paling sering menerapkan strategi mengincar saham2 murah tersebut untuk disimpan beberapa bulan. Penulis pernah mid term trading di BBRI, BBNI saat sahamnya sudah undervalue.
Dalam hal ini, terkadang kita membutuhkan KOMBINASI dari analisa teknikal dan fundamental. Analisa teknikal diperlukan karena anda mencari saham2 yang
Anda perlu mencari saham2 blue chip atau lapis dua yang likuid, kinerjanya bagus dan sahamnya undervalue serta punya ROE yang tinggi (diatas 15 kali tiap tahun). Sedangkan untuk analisa teknikal, anda juga perlu melihat apakah saham sudah turun / berada di harga bottom.
Dalam hal ini, anda juga perlu melihat terutama: ANALISA TREN (Lihat tren minimal 6 bulan, 1 tahun dan tren 3 tahun) untuk melihat harga2 bottom yang terbentuk sebagai acuan. Analisa tren saham saya bahas praktik2nya disini: Buku Saham.
Biasanya saya juga melihat indikator analisa teknikal jangka panjang, seperti Moving Average (MA) 200 atau MA300. MA200 adalah MA saham selama satu tahun.
Penggunaan dan praktik lengkap indikator Moving Average (MA) juga sudah saya bahas di ebook saham yang saya terbitkan disini: Buku Trading Saham: Panduan Simpel dan Efektif Menemukan Saham yang Bagus.
Prinsipnya, untuk investor tipe pencari saham2 blue chip / lapis dua yang undervalue ini, semakin murah sahamnya (secara fundamental), dan semakin turun grafiknya (melalui analisa tren), maka saham2 tersebut punya potensi naik yang besar, biasanya anda bisa hold saham2 seperti ini minimal 3 bulan.
Jadi kesimpulannya, seorang investor tetap perlu analisa teknikal, walaupun peran analisa teknikal untuk investor ini tidak banyak. Boleh saya katakan sangat terbatas.
Karena untuk investor, anda hanya perlu melihat analisa tren jangka panjang saham tersebut (untuk melihat titik2 bottom suatu saham dan sebagai acuan harga beli juga), dan melihat MA jangka panjang (200 atau 300).
Sedangkan untuk indikator2 seperti RSI, MACD, memang tidak dibutuhkan oleh investor jangka panjang. Demikian juga candlestick seperti doji, hammer, analisa bid-offer, tidak diperlukan oleh investor.
Hal ini karena seperti yang saya tuliskan tadi bahwa indikator tersebut didesain untuk trader jangka pendek, bukan investor.
Catatan: Apa yang saya tulis diatas ini bukan berdasarkan text book, namun pengalaman penulis pribadi. Pengalaman bisnis saham setiap anda bisa berbeda dengan dengan saya.
Anda tidak harus meniru strategi saya. Anda bisa mengadopsi, atau menjadikan pengalaman saya ini sebagai acuan analisa anda.
Anda tidak harus meniru strategi saya. Anda bisa mengadopsi, atau menjadikan pengalaman saya ini sebagai acuan analisa anda.
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan bertanya apapun tentang saham, saya sangat welcome terhadap komentar rekan-rekan.